Kisah Serigala Dan Tiga Domba [1]


Suatu pagi yang cerah di Hutan Alakadarnya, seekor serigala sedang memandangi pantulan wajahnya dari permukaan air sungai. Ia sedang meratapi nasib karena sudah diusir dari pemukiman serigala dan tidak diakui sebagai bagian dari keluarga besar serigala. Kemudian ia merebahkan tubuh di rerumputan. Angin semilir, keharuman bunga-bunga, dan awan putih berarak malah membuatnya semakin murung.

“Wahai penguasa dunia,” rintihnya, “teganya engkau menciptakanku dengan kondisi semalang ini.” Serigala semakin sedih tatkala teringat sang betina idaman akhirnya berpaling juga hanya karena ia berbeda, “Semua sudah kuserahkan padanya, wahai dunia. Kukorbankan semua untuk menikmati kecantikan ia barang satu jam.” Serigala mengakhiri rintihannya dengan menghela nafas berulang-ulang. Kemudian, ia memejamkan mata dan berharap akan ada awan jatuh kepelukannya. Ia adalah serigala yang tidak bisa melolong dan tidak berekor.

Satu hari dilalui serigala tanpa melakukan apapun selain berbaring dan bermalas-malasan. Lama kelamaan, ia pun bosan. Maka, dikuatkan tekad dan langkah kakinya untuk pergi jauh meninggalkan dunia yang fana.

Ketika melihat kupu-kupu terbang berpasangan, ia kembali meratapi nasib. “Seandainya aku pun memiliki pasangan, akan kuserahkan apapun untuknya,” begitulah janji seekor serigala. Ia pun meneruskan perjalanan.

Langkahnya gontai. Kadang miring ke kanan, kadang miring ke kiri. Ia kelaparan. Akan tetapi ia teringat pada betina pujaan hati, maka ia pun kembali berjanji, “jika ada binatang yang memberiku makan walau hanya secuil, maka akan kubela ia hingga tetes darah penghabisan.” Ia menunggu dan terus menunggu. Namun, tidak ada makanan yang masuk ke perutnya.

Ketika ia akan berdiri, lewatlah seekor beruang madu. Sepasukan lebah mengejar beruang madu tersebut dalam posisi menghunuskan jarum-jarum maut. Beruang madu berteriak minta tolong. Serigala menjadi bimbang. Ia bingung akan dirinya sendiri. Di sisi jiwanya, ia kelaparan dan menginginkan beruang madu itu mati setelah tersengat ratusan lebah. Di sisi lain, ia merasa dunia ini adalah fana, maka segala perbuatan adalah kosong, sedangkan sisi berikutnya berpendapat, bahwa setiap kebaikan akan mendapat kebaikan pula di lain waktu. Dengan penuh kemalasan sekaligus menaruh harapan besar terhadap sang beruang madu, ia mengarahkan kekuatan terakhir untuk berlari ke arah beruang madu.

“Beruang!” Serigala memanggil beruang madu dengan sisa-sisa pita suaranya, “aku tahu kemana kau harus menyelamatkan dirimu.”

Walaupun beruang sibuk berlari dan mengibas-ngibaskan kedua tanggannya, ia mengikuti serigala. Kecepatan serigala dalam berlari nyaris tidak dapat disusul oleh beruang. Akan tetapi, serigala selalu berhenti ketika ia ingin menikung.

“Sedikit lagi!” Kata serigala. Serigala rajin mengulangi ucapannya itu setiap kali beruang terlihat lemas dan mengaduh ketika tersengat lebah.

Beruang madu tetap berlari mengikuti serigala walau sambil sempoyongan. Langkahnya pun mulai terseok-seok. “Serigala, aku tidak kuat lagi.”

“Teruslah berlari, beruang!” Serigala menyemangati beruang madu dari kejauhan, “sedikit lagi!” Serigala menunggu di tepi danau.

Satu per satu lebah-lebah itu secara bergantian menyengat beruang madu. Ia pun mulai pasrah. ‘Ah! Itukah tempat pemberhentianku?’ Batin beruang madu tatkala memandang serigala di tepi danau dari kejauhan. ‘Sedikit lagi,’ ujar beruang kepada dirinya sendiri, ‘sedikit lagi aku kan menjadi mangsa binatang yang kelaparan.’

Ketika beruang madu semakin dekat dengan serigala, seperti sebelumnya, serigala segera berlari menjauhi beruang madu sambil berkata, “sedikit lagi!”

Pandangan beruang madu mulai mengawang-awang. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali ia tersandung kakinya sendiri. Hidungnya sudah enggan mengambilkan nafas. Lidahnya terjulur. Tenggorokannya kering. Langkahnya semakin lambat dan semakin berat. Tubuhnya kadang miring ke kanan, kadang miring ke kiri. Ia sudah tidak lagi memperhatikan serigala. Yang ia inginkan hanyalah lari.

Tidak lama kemudian, beruang madu pun ambruk. Namun, beruntunglah ia karena badannya tercebur ke danau sehingga pasukan lebah pun pergi. Sudah menjadi naluri beruang madu untuk berenang ke permukaan ketika ia akan tenggelam. Kelelahannya sedikit terobati setelah meneguk air danau yang mencucuk tulang. Kedalaman mulut danau tidaklah mampu menenggelamkan beruang madu. Maka, beruang madu segera menepi.

Sambil terengah-engah, ia memperhatikan serigala mendekatinya.

“Beruang, apa kau lelah?” Mata serigala membesar. Seakan bola matanya bisa mencuat ke arah beruang madu. Hatinya bergejolak. Ia tidak sanggup menahan rasa laparnya. Akan tetapi, serigala tetap berhati-hati.

“Beruang, apa kau bisa berdiri?” Serigala menjulurkan lidahnya kemudian menjilati pipi beruang.

“Tidak serigala, aku masih memiliki kekuatan untuk menghajarmu.” Lagi-lagi beruang madu memaksakan dirinya untuk bangkit. Ia merasa kenangannya berlari bersama lebah merupakan bukti kesungguhan bahwa ia masih ingin memakan madu yang lebih lezat dari buah manapun.

“Jangan salah paham wahai beruang. Aku sudah menolongmu. Beginikah balasanmu?” Serigala mulai menjaga jarak. “Tidak adakah imbalan untuk seekor serigala rapuh seperti aku?”

Beruang madu bertahan dalam posisinya. Ia menajamkan tatapan ke arah serigala. “Katakan maumu.”

“Aku lapar,” secara terang-terangan serigala menyampaikan maksudnya, “entah sudah berapa malam aku hanya makan angin.”

“Jika aku tidak berdaya, apakah kau akan memakanku?”

“Sudahlah. Kenapa kau mencurigai penyelamat hidupmu?”

“Jika aku pingsan, apakah kau akan memakanku?”

“Sudahlah, beruang.” Serigala menunjukkan kesedihannya, “kau adalah kawanku. Aku bernazar, jika ada seekor binatang yang membawakan makanan untukku, maka aku akan membelanya hingga akhir hidupku. Percayalah!”

“Jika kau menjawab selain ‘ya’ atau ‘tidak’, maka akan kujadikan kau sebagai makan malam buaya.” Kaki-kaki beruang madu mulai kesemutan. Tangannya seakan membatu. Oleh karena itu, ia mengancam serigala, “apakah tadi kau berencana untuk memakanku?”

“Tidak, beruang.” Ujar serigala, “wahai dunia, aku merasa terhina atas tuduhan beruang malang dihadapanku. Sesungguhnya langit lebih tahu siapa yang lebih malang nasibnya.” Ia sengaja mengeraskan suaranya agar beruang madu tertipu dan menjadi iba, “aku hanya ingin ia membalas kebaikanku dengan sepotong daging.”

Beruang yang sedari tadi menunggu serigala pergi, mendapat ide untuk mengenalkannya kepada seekor anak domba di peternakan. Anak domba tersebut senang berjalan-jalan memasuki area Hutan Terlarang untuk mencari buah dan rumput obat kesukaan orang tuanya.

Setelah mendapatkan sejumlah informasi, serigala segera bergegas menuju peternakan domba. Sepanjang perjalanan, ia menyusun strategi, seperti mengatasi pertemuannya dengan anjing gembala, cara menyusup ke area peternakan, dan termasuk cara memangsa anak domba beserta keluarganya. Ia merasa tidak sabar untuk segera mengisi kekosongan perutnya. Maka, dipercepatlah langkah sang serigala.

Sesampainya di pinggir hutan, ia melihat beberapa ekor anak domba berlarian mengitari pagar. Bulu-bulu mereka tebal, sehingga terlihat seperti diselimuti awan putih. Di sisi lain dari peternakan tersebut, berkumpulah domba-domba dewasa. Sesekali mereka saling mengembik.

Serigala terus mengamati situasi peternakan. Matanya menjelajahi area peternakan untuk mencari sang anjing gembala. Ternyata, anjing gembala berada di balik semak-semak, seakan sedang bersembunyi dan siap menyergap pemangsa yang akan datang. Bersambung ke “Kisah Serigala Dan Tiga Domba [2]“.

15 tanggapan untuk “Kisah Serigala Dan Tiga Domba [1]

      1. maksud komentar ka bayang apa ka? ada rating untuk setiap post kita? gimana cara mengetahuinya? kasih tau yisha………

        ka mew, cepetan lanjutin kisah iniiiiiii…………

        Suka

        1. Wah..wah.., ada apa ini.. :mrgreen:

          Mas Kata # semua entry teman saya perhatikan mas, termasuk terrelie sampean. Brubung emas aktif ngupdate ya saya diem aja. 😀

          Mbak Yisha # wah.., itu sekedar ngaseh smangat aja kq..

          Mbak Mew # nyambung enggak ya terserah kamunya *whe.. 😛
          Ya ada lahyo.. :mrgreen:

          Suka

Jangan malu-malu ngasih tanggapan