Dulu, yang tidak diketahui kapan masanya. Bertemulah dua ekor beruang di tengah hutan pinus. Yang satu berperawakan tinggi, tegap, ramping, dan bermata jeli. Bulu hitamnya tampak berkilauan dan sehat. Sedangkan, beruang satunya berbulu kuning pucat. Tingginya hanya setengah dari beruang hitam.
Mari kita beri nama. Beruang hitam adalah Hara. Dan beruang kuning pucat bernama Mana.
Kala itu merupakan pertama kalinya Hara dan Mana berjumpa. Melalui sebuah festival anggur yang diselenggarakan oleh Organisasi Madu Hitam.
Mana yang sehari-hari mengisolasi dirinya sendiri, tidak menduga bahwa dia akan mengulangi sejarah 5 tahun lalu. Bersama Hara. Iya, bersama Hara yang baru saja dikenalnya.
Benarkah? Atau itu hanya imajinasi Mana yang berlebihan akibat sisa traumatis?
Tidak ada satu beruang pun tahu tentang apa yang dipikirkan oleh Mana, kecuali meyaksikan sikap Mana yang mendadak kasar, agresif, dan impulsif kepada Hara. Disebabkan rasa cemas dan gelisah memikirkan takdir mereka yang belum tentu terjadi.
Hara dan Mana. Tidak seekor beruang pun tahu mengenai kelanjutan kisah mereka berdua. Mungkin kah berhenti sampai di sini? Ya, mungkin lebih baik berhenti sampai di sini.
Atau kah Sang Raja Hutan akan menuliskan kisah mereka berdua dengan lika-liku yang lebih apik dan romantis?
Sungguh menyedihkan. Mana yang bodoh. Takdirnya bertemu dengan Hara tidak bisa dia tolak, pun tidak pernah bermaksud untuk menolak. Tapi, memang dasar Mana adalah beruang bodoh dan lemah. Yang bisa dilakukannya hanyalah berlari dan bersembunyi. Lalu, menyerang siapapun yang mendekati sarangnya, sambil berharap pertolongan dan titah Sang Raja Hutan segera diputuskan.
Mana yang bodoh. Dia lebih memilih kehilangan Hara, ketimbang diabaikan Sang Paduka. Kali ini, Mana benar-benar bodoh. Dia tampar Hara menggunakan kata-kata busuknya demi melindungi sisa-sisa kewarasannya.
Mana adalah beruang paling bodoh sehutan raya. Tidak ada lagi yang lebih bodoh dibandingkan Mana Si Pucat. Saban hari dia merapal mantra, “Jangan mendekat. Aku terpaksa begini. Ini yang terbaik untukku.”
Mana, kamu benar-benar beruang pandir. Hanya demi Paduka Raja Yang Mulia kamu dorong Hara dengan cara yang kasar, lalu kamu abaikan dia.
Mana, kamu bodoh. Tapi semoga saja dengan kebodohanmu sekarang, Sang paduka akan terkesan kepadamu, lalu dia hadiahkan sesuatu yang akan melegakan hati dan jiwamu hingga akhir hayat.
Mana adalah beruang bodoh.